 |
Demostrasi |
Masyarakat Mandiri:
DEMONSTRASI DAN KEMERDEKAAN MENYATAKAN PENDAPAT
I. LANDASAN HUKUM KEMERDEKAAN MENYATAKAN PENDAPAT
- Undang-Undang Dasar NRI 1945
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 28 E
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah.
- Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 23
(2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
Pasal 19
1. Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa diganggu.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikan medianya, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya.
- Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Pasal 1 ayat (1)
- 1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 2 ayat (2)
Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
II. TATA CARA DEMONSTRASI MENURUT UNDANG-UNDANG 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
- BENTUK PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM: Unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas.
LARANGAN(Pasal 19 ayat (2):
- Penyampaian pendapat di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional;
- Penyampaian pendapat pada hari besar nasional.
- Membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
Catatan: Dalam prakteknya seringkali demonstrasi diadakan pada hari besar nasional, namun pihak kepolisian tidak membubarkan aksi demonstrasi tersebut sepanjang aksi diadakan dengan tertib dan damai.
TATA CARA:
1) Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.
Catatan: Banyak orang memiliki pemahaman yang salah mengenai pemberitahuan ini. Rencana menyatakan pendapat disampaikan dengan pemberitahuan bukan izin. Sifatnya hanya memberitahukan saja dan Kepolisian tidak berwenang menolak kecuali dalam hal dilarang dalam undang-undang. Hal yang sangat berbeda jika rencana menyatakan pendapat diharuskan dengan izin karena kepolisian menjadi berwenang untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan rencana menyatakan pendapat tersebut.
2) Pemberitahuan diberikan selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai.
3) Pemberitahuan memuat: maksud dan tujuan, tempat, lokasi, dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan; dan atau jumlah peserta.
4) Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.
5) Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri wajib :
- segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;
- berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;
- berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;
- mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
6) Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
SANKSI:
- Berdasarkan Pasal 15 UU No. 9 Tahun 1998, sanksi terhadap pelanggaran tata cara di atas adalah pembubaran.
- Berdasarkan Pasal 16 UU No. 9 Tahun 1998, pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikenakan jika misalkan terjadi perbuatan melanggar hukum seperti penganiayaan, pengeroyokan, perusakan barang, dan bahkan kematian.
- Berdasarkan Pasal 17 UU No. 9 Tahun 1998 Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok. Terdapat pemberatan hukuman terhadap penanggungjawab yang melakukan tindak pidana.
- Berdasarkan Pasal 18 UU No. 9 Tahun 1998, setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
III. PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM YANG TIDAK MEMENUHI TATA CARA SESUAI UNDANG-UNDANG
SANKSI:
- Berdasarkan Berdasarkan Pasal 15 UU No. 9 Tahun 1998, sanksi terhadap pelanggaran tata cara sesuai ketentuan undang-undang adalah pembubaran. Tidak ada sanksi pidana ataupun sanksi lain terhadap pelanggaran tata cara tersebut.
- Dalam praktek, kepolisian sering mengkriminalisasikan para pengunjuk rasa yang menolak membubarkan diri ketika berunjuk rasa dengan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu:
Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 214 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(1) Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2)Yang bersalah dikenakan:
1. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka;
2. pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat;
3. pidana penjara paling lama lima helas tahun, jika mengakibatkan orang mati.
Pasal 218
Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan se- ngaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
APARAT YANG BERWENANG:
Adapun aparatur yang berwenang untuk memberikan sanksi pembubaran terhadap orang yang melakukan penyampaian pendapat di muka umum yang tidak memenuhi syarat adalah Kepolisian Republik Indonesia. Instansi lain, keamanan gedung, satpam, petugas keamanan internal, maupun pihak lain tidak berwenang untuk memberikan sanksi pembubaran.
IV. SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP PESERTA PENYAMPAIAN PENDAPAT DI DEPAN UMUM
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak asasi manusia yang secara tegas telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kemerdekaan menyatakan pendapat tersebut merupakan perwujudan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sangat penting untuk dijamin karena merupakan sarana warga negara untuk mempertahankan hak asasinya ataupun menuntut hak asasinya yang lain yang seharusnya dipenuhi oleh negara, serta mengawasi jalannya pemerintahan serta badan-badan publik.
Jika terdapat peraturan internal dari suatu instansi, universitas, ataupun perusahaan yang melarang penyampaian pendapat di depan umum, tentunya peraturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Instansi yang memberikan sanksi terhadap peserta penyampaian pendapat di depan umum dengan damai dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dapat dikatakan sebagai instansi yang tidak demokratis dan melanggar hak asasi warga negara.
Occasionally, some of your visitors may see an advertisement here.
1 Komentar